Monday, September 15, 2008

Skema Pengujian Validitas dan Reliabilitas



Daftar Pustaka:
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatifm Kualitatif dan R&D, Alfabeta, CV, Bandung, 2008

Rumus-rumus Reliabilitas

Reliabilitas

Instrumen pengukuran harus memiliki sifat yang konsisten (stabil) setiap saat agar hasil yang diperoleh merupakan hasil yang konsisten juga. Reliabilitas mendukung validitas danmerupakan syarat perlu namun tidak cukup bagi validitas. Reliabilitas berkaitan dengan estimasi sejauh mana pegukur bebas dari kesalahan atau tidak stabil.

Menurut Cooper dan Emory, 1996, ada tiga perspektif yang digunakan mengenai reliabilitas, yaitu stabilitas, kesamaan dan konsitensi internal. Stabilitas, instrument pengukuran dikatakan stabil apabila menghasilkan hasil-hasil yang konsisten dengan instrument yang sama. Kesamaan, dengan mempertimbangkan kesalahan yang terjadi karena observasi dari unsur-unsur yang diteliti. Cara yang dilakukan adalah dengan mengkorelasikan observasi atau pengamatan dari penilai kemudian dibuat penilaian-penilaian konsistensinya. Konsistensi internal, dengan cara memakai instrumen atau tes satu kali untuk menilai konsistensi atau homogenitas diantara pertanyaan-pertanyaan. Teknik bagi dua (split half) dapat digunakan untuk cara ini.

Berdasarkan Sugiyono, 2008, pengujian reliabilitas dapat dilakukan dengan cara internal dan eksternal. Secara eksternal dengan cara test retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya. Secara internal dengan cara melihat konsistensi antar pertanyaan (Internal consistency).
1. Test retest, metode ini dilakukan dengan cara pengujian yang dilakukan lebih dari satu kali. Tekniknya adalah dengan instrumen yang sama, responden yang sama dan waktu yang berbeda. Kemudian menggunakan korelasi antara pengujian yang pertama dan yang kedua, apabila korelasinya cukup tinggi maka intrumen tersebut reliabel.
2. Ekuivalen, cara ini dilakukan dengan mengubah pertanyaan. Tekniknya dilakukan sekali, tetapi menggunakan instrumen yang berbeda (pertanyaan yang berbeda, tapi maksud sama), responden sama, waktu sama. Kemudian dikorelasi juga antara dua pertanyaan yang berbeda tersebut, apabila korelasi tinggi maka pertanyaan tersebut reliabel.
3. Gabungan, cara ini perpaduan dari cara 1 dan cara 2.
4. Internal consistency, dilakukan dengan mencobakan sekali saja kemudian dianalisis dengan teknik tertentu. Dapat dilakukan dengan teknik belah dua Spearmen Brown (Split half), KR 20, KR 21 dana Anova Hoyt.

Meningkatkan keandalan dapat dilakukan dengan cara meminimumkan sumber variasi eksternal dan membakukan instrumen pengukuran. Selain itu dengan memperbanyak sampel yang digunakan dan menambah surveyor.


Daftar Pustaka:
Cooper, Donald. R, Emory, C. William, Metode Penelitian Bisnis, Erlangga, Jakarta, 1996
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R&D), Alfabeta, CV, Bandung, 2008

Ukuran Sampel Ideal

Seperti dijelaskan di awal bahwa sample yang baik adalah yang mewakili populasi, hal ini menyebabkan ada yang berpendapat bahwa sample yang jumlahnya banyak merupakan sample yang ideal. Namun ternyata pendapat itu tidak sepenuhnya benar, dalama Literary Digest disebutkan ternyata ukuran sample hanyalah satu dari ke absahan sample. Ada pula yang mengatakan pula bahwa jumlah sample yang representtif adalah yang berjumlah 10 persen dari jumlah populasinya, namun ternyata hal ini tidaklah benar karena ukuran absolute sample lebih penting daripada ukuran proporsinya terhadap populasi.

“Seberapa besar jumlah sample yang seharusnya diambil adalah fungsi dari variasi pada parameter populasi yang tercakup pada penelitian dan merupakan fungsi dari ketepatan estimasi yang dibutuhkan peneliti” (Coomer & Emory, 1996). Hal yang penting untuk diketahui dalam penarikan ukuran sample adalah tingkat penyebaran data populasi. Semakin luas penyebaran data maka seharusnya semakin banyak sample yang kita ambil agar data populasi terwakili dalam sampel yang kita ambil.

Ukuran sample yang ideal tidak dapat ditentukan secara umum, namun harus berdasarkan desain pengambilan sample (tehnik sampling) yang memadai. Tehnik inilah yang membedakan efisiensi secara statistika dan ekonomis (biaya), tehnik ini pula yang mempengaruhi ukuran sample. Dengan tehnik sampling yang sesuai maka proporsi sample yang diambil akan mewakili banyaknya populasi, karena inilah inti dari sample itu sendiri, yaitu sample harus mewakili jumlah populasi.

Sample

“You don’t have to eat the whole ox that the meat is tough” (Moore, 1993)
Itulah salah satu alasan mengapa digunakan sample untuk mendapatkan informasi, kita tidak perlu meneliti seluruh obyek namun hanya perlu mengambil sebagian dari obyek untuk mendapatkan keseluruhan informasi. Alasan mengapa dalam penelitian digunakan sample karena pertimbangan efisiensi biaya, waktu dan tenaga, terutama apabila populasi berjumlah cukup besar. Permasalahan yang terjadi dari sampling (proses sample) adalah seberapa mewakilinya (representative) sample yang kita pilih terhadap populasi seluruh obyek tersebut.

Perbedaan informasi antara sample dan populasi menyebabkan bias dalam informasi, oleh karena itu sampel yang baik adalah sample yang memiliki bias yang kecil dengan populasi atau sample yang validitas yang tinggi. Menurut Cooper dan Emory, 1996, validitas sample bergantung pada dua hal yaitu akurasi dan ketelitian.

Akurasi adalah sampai sejauh mana sampel tidak dipengaruhi bias, sedangkan ketelitian merupakan dapat diukur dengan kesalahan estimasi standar (standard error of estimate), semakin kecil kesalahan estimasi standar, semakin tinggi ketelitian dari sampel tersebut. Secara umum agar bias sampel kecil yang perlu dilakukan adalah mengambil sampel dari populasi secara merata, metode pengambilan ini merupakan bagian dari metode sampling (sampling methods) atau teknik sampling.

Sunday, September 14, 2008

Gerakan Nasional Pembelajaran Statistika

Jakarta - Tidak jarang dan bahkan bisa disebut selalu di perguruan tinggi mana pun di Indonesia statistika menjadi salah satu momok bagi mahasiswa. Dalam beberapa kali kesempatan berbincang lawan bicara saya memuji keberanian saya untuk menggeluti bidang yang menurut mereka mengerikan.

Banyak orang yang kemudian menghindari bidang ini. Meskipun tidak dapat membuktikan secara empirik. Hal ini menjadi penyebab beberapa kehebohan dan hal-hal yang tidak perlu terjadi di Indonesia.

Fakta yang berkaitan dengan kemunculan varietas Super Toy atau adanya saling klaim pemenang pemilihan kepala daerah (pilkada) di Sumatera Selatan berdasar perkiraan cepat (quick count) menjadi indikasi bahwa rakyat dan bahkan pejabat kita belum cukup melek statistika (statistics literate).

Mari kita lihat dulu fenomena saling klaim pemenang pilkada. Maraknya pilkada di pelosok negeri ini diikuti dengan maraknya bisnis survei dan jasa pelaksanaan quick-count.

Pada prinsipnya kegiatan ini adalah memberikan dugaan besarnya persentase suara dari setiap kandidat peserta pilkada berdasarkan data suara dari sebagian kecil tempat pemungutan suara. Perlu digarisbawahi bahwa hasil perhitungannya adalah dugaan yang tentu memiliki kemungkinan salah.

Tentu saja pelaksananya berupaya meminimumkan kesalahan itu. Tetapi, apa pasti hilang? Tidak. Hanya saja tingkat kesalahannya bisa kecil dengan memilih metode yang tepat dan jumlah sampel TPS (Tempat Pemungutan Suara) yang cukup.

Karena namanya dugaan yang didasarkan pada sebagian TPS hasilnya bisa saja meleset dengan hasil perhitungan suara secara keseluruhan. Dalam banyak buku statistika sering digambarkan orang buta yang disuruh mendeskripsikan gajah.

Kalau dia hanya pegang ekornya saja, sebagian dari tubuh gajah, maka kemungkinan dia akan bilang kalau gajah itu kecil panjang. Beda lagi kalau orang tersebut pas memegang telinganya. Itu kenapa kalau ada dua lembaga melakukan quick-count hasilnya bisa berbeda.

Hasil quick-count juga demikian. Kalau sampel yang diambil kebetulan (tidak
disengaja karena dilakukan secara acak) banyak dari TPS yang merupakan basis pendukung kandidat pertama maka kandidat pertamalah yang diduga menang. Tapi, sebaliknya. Dugaan menang bagi kandidat kedua.

Jadi perlu diingatkan pada masyarakat dan pejabat partai bahwa kalau ada lembaga tertentu mengatakan bahwa kandidatnya menang. Jangan terburu-buru mengadakan pesta kemenangan. Itu kan cuma dugaan. Jadi redaksinya adalah, "Kandidat Anda kami duga menang" bukan "Kandidat Anda menang." Sekali lagi karena hanya dugaan maka bisa salah.

Penyelenggara quick-count tentu saja harus mengemukakan proses pemilihan sampel dan pengihitungan tingkat kesalahannya agar menjadi pijakan yang cukup bagi para simpatisan. Kalau itu tidak disampaikan tidak berlebihan kiranya kalau saya mengatakan bahwa jangan lihat hasil dugaan lembaga penyelenggara quick-count tersebut.

Masyarakat yang tidak paham statistika --termasuk istilah sampel, survei, dan
tingkat kesalahan dugaan, mungkin saja akan menelan mentah-mentah informasi hasil quick-count. Melihat kandidatnya unggul dalam jumlah suara langsung merayakan kemenangan.

Padahal, kalau quick-count mengatakan hasil suara 52%, maka nilai proporsi suara bisa jadi lebih tinggi atau lebih rendah dari itu tergantung tingkat kesalahan prediksinya. Dengan selisih yang semakin jauh dibandingkan lawan Anda bisa lebih yakin dengan kemenangan.

Kasus saling klaim pemenang Pilkada Sumatera Selatan barangkali menjadi gambaran bahwa masyarakat harus diberikan wawasan lebih mengenai statistika. Tentu saja tidak dalam konteks seperti perkuliahan. Saya sangat bergembira kalau setelah ini banyak ahli pendidikan dan pembelajaran menyampaikan ide membangun gerakan nasional pembelajaran statistika.

Bagaimana dengan kasus Super Toy. Kembali kurangnya pemahaman dan kepedulian menggunakan statistika menjadi hal perlu dicurigai. Kenapa demikian?

Varietas yang akan dilempar ke masyarakat tentu harus menjalani proses percobaan yang tidak sederhana. Tapi, juga tidak rumit. Karakteristik agroekosistem varietas tersebut harus dipastikan sehingga lokasi yang dijadikan tempat budi daya sesuai dengan sifat-sifat genetiknya.

Nah, pengambilan kesimpulan ini haruslah didasarkan pada pelaksanaan percobaan yang dirancang dengan baik. Proses multi-location trial yang baik akan memberikan gambaran apakah varietas kita stabil di berbagai agroekosistem atau hanya dapat tumbuh baik di agroekosistem tertentu.

Bahkan, mungkin perlu juga dilakukan pada musim yang berbeda. Pengambilan kesimpulan yang baik memerlukan pula jumlah ulangan yang cukup untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih meyakinkan.

Di sinilah adanya tuntutan pemahaman terhadap statistical experimental design yang memadai oleh peneliti. Dia tidak harus seorang statistikawan. Tapi, dia harus punya wawasan cukup untuk itu.

Melibatkan peneliti dari bidang statistika akan menjadi keuntungan tersendiri. Ilmu statistika dapat membantu mendapatkan rancangan yang robust sehingga kesimpulan tentang varietas unggul dapat dilakukan pada berbagai kondisi agroekosistem.

Kaidah ilmiah yang digunakan dalam proses percobaan memiliki sifat dapat diulang (repeatable), sehingga kita bisa lebih teryakinkan dengan hasil yang diperoleh. Percobaan tanpa rancangan dapat memperoleh hasil yang hanya berupa kebetulan. Dengan hasil panen yang kebetulan besar kita tidak boleh melakukan generalisasi.

Lagi-lagi masyarakat dan peneliti serta pejabat harus dapat memahami konteks ini dengan baik. Pengetahuan statistika yang memadai pada berbagai level peran kita di masyarakat akan menghindarkan kita dari kejadian-kejadian kebetulan yang tidak berlaku umum.

Akhirnya, ajakan untuk gerakan nasional pembelajaran statistika perlu mendapat dukungan masyarakat luas. Tidak harus selalu dalam bentuk pembelajaran formal untuk dapat membawa kita memahami statistika dengan lebih baik. Namun, dorongan penyelenggaraan di tingkat formal akan membantu banyak.

Dalam suatu konferensi internasional statistika dan matematika di Bogor awal bulan Agustus 2008 kemarin Profesor Maman Djauhari mengingatkan kepada kita semua bahwa dari sekitar 2.500 perguruan tinggi di Indonesia hanya ada 8 perguruan tinggi yang memiliki jurusan atau departemen statistika.

Bagus Sartono
Van Stralenstraat 100 Antwerpen-Belgium
bagusco4@yahoo.com
+32486889956

(msh/msh)

Source:
http://suarapembaca.detik.com/read/2008/09/13/120141/1005553/471/gerakan-nasional-pembelajaran-statistika